Minggu, 09 September 2012

THALHA BIN UBAYDILLAH


THALHAH BIN UBAIDILLAH

Beliau ialah Thalhah bin Ubaidillah bin Usman bin Ka’ab bin Sa’ad, seorang sahabat daripada Quraisy, merupakan salah seorang daripada 6 (enam) orang ahli majlis yang dicalonkan sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab sepeninggalnya, dan juga merupakan salah seorang yang dijanjikan syurga. Setelah Khalifah Umar ditikam oleh Abu Lukluk, ia sempat menamakan 6 orang sahabatnya yaitu
1.     Usman Bin Affan,
2.     Abdul Rahman Bin Auf,
3.     Ali Bin Abu Talib,
4.     Thalhah Bin Ubaidillah,
5.     Zubair al-Awwam dan,
6.     Saad Abu Waqqas
untuk memilih salah seorang dari mereka sebagai bakal khalifah penggantinya dalam tempo 3 hari. Thalhah bin Ubaidillah juga merupakan salah seorang diantara 10 (sepuluh) sahabat-sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu:
1. Abu Bakar RA – sudah meninggal,
2. Umar RA – khalifah ketika itu,
3. Usman bin Affan RA,
4. Ali bin Abi Tholib RA,
5. Saad bin Abi Waqqas RA,
6. Zubair bin Awwam RA,
7. Abdul Rahman bin 'Auf RA,
8. Talhah bin Ubaidillah RA,
9. Abu Ubaidah Jarrah RA – sudah meninggal
10. Said bin Zaid RA
            Beliau selalu aktif di setiap peperangan kecuali Perang Badar. Beliau telah menyertai peperangan Uhud dan menyumbangkan suatu sumbangan yang besar Di dalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau.. Beliau telah melindungi Nabi s.a.w dengan dirinya sendiri dan menahan panah dari terkena baginda dengan tangannya sehingga lumpuh jari-jarinya.

Thalhah Memeluk Islam
Beliau masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra. Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy, ia memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua. Pada suatu ketika Thalhah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, "Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?" "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?" "Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu. Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, "Ada peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab mereka. ”Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," gumam Thalhah lirih. Setelah itu Thalhah langsung mencari Abu Bakar. "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul." Abu Bakar menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira' sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu Abu Bakar mengajak Thalhah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Pengorbanan Thalhah kepada Rasulullah SAW
Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar RA selalu teringat pada Thalhah. Ia berkata, "Perang Uhud adalah harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah SAW. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini." Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari (70) tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus." Diceritakan ketika tentara Muslim terdesak mundur dan Rasulullah SAW dalam bahaya akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam menjaga pos-pos di bukit, di saat itu pasukan musyrikin bagai kesetanan merangsek maju untuk melumat tentara muslim dan Rasulullah SAW, terbayang di pikiran mereka kekalahan yang amat memalukan di perang Badar. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar dan berniat akan membunuh dan memotong-motong dengan sadis. Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat, mereka terus mencari Rasulullah SAW. Tetapi kaum muslimin dengan sekuat tenaga melindungi Rasulullah SAW, melindungi dengan tubuhnya dengan daya upaya, mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah. Tombak dan panah menghunjam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau, ya Rasulullah". Salah satu diantara mujahid yang melindungi Nabi SAW adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya berdarah. Dipeluknya Beliau dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya bagai laron yang tidak memperdulikan maut. Alhamdulillah, Rasulullah selamat. Thalhah memang merupakan salah satu pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi membela Nabi SAW. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena ALLAH menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama ALLAH. Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas. Alhamdulillah, Rasulullah selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah ibuku." Nabi SAW tersenyum dan berkata, " Engkau adalah Thalhah kebajikan." Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, " Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh ...." Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan "Burung elang hari Uhud."



Keteladanan Thalhah Bin Ubaidillah
1. Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia
            Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan orang-orang sesukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah, yaitu ibu Thalhah, Ash-Sha'bah binti Al-Hadramy. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar dan Thalhah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar dan Thalhah digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.
2. Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup. Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud. Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin. "Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah. "Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku wahai Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, "Sekarang engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas. Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah. Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, maka beliau selalu menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya. Hingga akhir hayatnya, perjuangan sahabat mulia itu tak kenal henti. Sebuah sejarah besar diukir, sejarah itu bernama Thalhah bin Ubaidillah."
3. . Thalhah Al-Jaud wal Fayyadh - Pribadi yang Pemurah dan Dermawan
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, " Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?" Maka istrinya berkata, "Uang yang ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin." Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun. Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,sandang dan pangannya." Jaabir bin Abdullah bertutur, " Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta. Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", " Thalhah kebaikan dan kebajikan".
4. Thalhah Al-Khair – Thalhah yang baik
Thalhah adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700 000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau. Maka ditanya oleh istrerinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar Shiddiq, Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan kami sehingga Anda gelisah?Jawab Thalhah, Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.? Jawab isterinya, Ummu Kalthum, Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi bagi-bagikan wang itu kepada mereka.? Kata Thalhah, Rahimakillah. (Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.? Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
            Diceritakanya pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Usman bin 'Affan kepadaku, seharga tiga ratus ribu. Jika engkau suka, ambilah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga ratus ribu dirham.? Kata orang itu, Biarlah aku terima uangnya saja.? Thalhah memberikan kepadanya uang sejumlah tiga ratus ribu.
Salah seorang sahabat Nabi Muhammad bernama Thalhah bin Ubaidillah. Beliau terkenal sebagai seorang yang sangat pemurah. Pada suatu masa beliau berhutang lima puluh ribu dirham daripada sahabat karib Nabi Muhammad yg bernama Usman bin Affan. Buat beberapa lama beliau belum dapat membayar hutangnya itu. Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah terserempak dengan Usman bin Affan yg sedang berjalan menuju ke Masjid besar Madinah. "Tuan Usman."kata Thalhah bin Ubaidillah, "sekarang saya sudah mempunyai cukup wang bagi membayar hutang saya." "Saya hadiahkan uang itu kepada saudara, sebab saudara selalu berhutang bagi menanggung keperluan orang-orang lain," Jawab Usman bin Affan.
Wafatnya Thalhah
Talhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah bersamaan 656 Masehi. Thalhah wafat pada usia 60 (enam puluh) tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra. Beliau meninggal dunia terkena panah pada peperangan Jamal. Sewaktu terjadi pertempuran "Aljamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali Ra dan Ali Ra memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat.
Tidak ada kegembiraan paling diharapkan sahabat Rasulullah SAW, melebihi kedudukan yang disandangkan Baginda kepada Thalhah bin Ubaidillah yang tidak hairanlah hatinya tenteram mendengar kata-kata itu. Dialah insan yang akan hidup dan mati termasuk salah seorang mereka yang menepati benar apa dijanjikan Allah, dan dia tidak terkena fitnah dan tidak mendapat kesukaran.
Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat Ra, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi maka lihatlah Thalhah. Hal itu juga dikatakan ALLAH dalam firmanNya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada ALLAH, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)

Thalhah bin `Ubaidillah (R) is one of the greatest heroes of Islam. All tribes inside and outside of Makkah knew how much he was chaste and pious. When he embraced Islam he was a promising shield that provided protection to so many weak and oppressed families to the extent that he was called by the Prophet (S) - the example of benevolence. He was also given the glad tidings that he would be one of the martyrs and the Prophet's neighbor in Paradise. Thus we can say that this hero of Islam is the example to follow and join the eternal life of happiness

KISAH SANG MUADZIN PERTAMA

Bilal lahir di daerah As-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

 Beliau adalah sahabat Nabi yang terkenal. Dia adalah seorang mu'adzin (juru adzan) di masjid Nabawi. Sebelumnya, ia seorang hamba sahaya milik seorang kafir Quraisy kemudian memeluk Islam.
Keislamannya menyebabkan Bilal r.a. mengalami banyak penderitaan dan kesengsaraan akibat perbuatan orang-orang kafir. Umayah bin Khalaf adalah seorang kafir yang paling keras memusuhi Islam, ia pernah membaringkan Bilal r.a. di atas padang pasir yang panas membakar ketika matahari sedang terik sambil menindih batu besar di atas dadanya sehingga Bilal r.a. tidak dapat menggerakan badannya sedikitpun. Umayah berkata "Apakah kamu bersedia mati dalam keadaan seperti ini? Ataukah kamu mau terus hidup, dengan syarat kamu tinggalkan agama Islam?" Walaupun Bilal r.a. disiksa seperti itu namun ia berkata "Ahad!!! Ahad!!!" yang artinya Esa (maksudnya Allah maha Esa)
Pada malam harinya, Bilal r.a. diikat dengan rantai, kemudian dicambuk terus menerus hingga badannya luka-luka. Pada siang harinya, dia dibaringkan kembali di atas padang pasir yang panas. Dengan cara tersebut tuannya berharap Bilal r.a. akan mati dalam keadaan seperti itu. Orang kafir yang menyiksanya silih berganti, suatu kali Abu Jahal yang menyiksanya, terkadang Umayah bin Khalaf, bahkan orang lain pun turut menyiksanya juga. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyiksa Bilal r.a dengan siksaan yang lebih berat lagi.
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras. Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah2 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya…”

  Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu.. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasallam.. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanyma saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan RasulullahSholallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

   Pada saat  Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Sebelum Rasulullah saw wafat, Bilal ditugaskan  sebagai juru adzan di masjid Nabi. Setelah Rasulullah saw wafat pada mulanya dia tetap tinggal di Manidah Thayyibah. tetapi karena tidak kuat menahan kesedihan setiap kali melewati makam Rasulullah saw (nabi lahir di Mekah dan meninggal di Madinah  maka Bilal r.a. meninggalkan Madinah sampai beberapa waktu lamanya.
Pernah Pada suatu hari, Bilal r.a. bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya itu Nabi saw bersabda kepadanya "Wahai Bilal, apa yang menghalangimu sehingga engkau tidak pernah berziarah kepadaku". Setelah bangun dari dari tidurnya, Bilal r.a. segera pergi ke Madinah. Setiba di Madinah Hasan dan Husain r.a. meminta Bilal r.a. agar mengumandangkan adzan. Bilal tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang dicintainya itu. Ketika Bilal r.a. mulai beradzan, maka terdengarlah suara adzan seperti pada zaman Rasulullah saw. Hal ini sangat menyentuh hati penduduk Madinah, sehingga kaum wanitapun keluar dari rumah masing-masing sambil menangis untk mendengarkan suara adzan Bilal r.a.

Setelah beberapa hari lamanya Bilal r.a. tinggal di Madinah, akhirnya dia meninggalkan kota Madinah dan kembali ke Damaskus dan wafat di sana pada tahun kedua puluh Hijriyah.