Ada
empat sikap yang menjadi kunci kemuliaan yaitu santun, rendah hati,
berakhlaq mulia dan dermawan. Rasulullah SAW telah memberikan kita
teladan dalam berbagai hadis, salah satunya sikapnya yang santun dan
lembut.
Diriwayatkan Abu Hurairah, “Suatu hari seorang Arab
Badui buang air kecil di sudut masjid. Para sahabat kemudian berdiri
untuk memukulinya. Namun Rasulullah SAW memerintahkan, ”Biarkanlah dia,
siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhnya
kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemudahan,
bukan untuk membuat kesukaran.” (HR Bukhari).
Andai saja
kejadian itu menimpa kita sekarang, tentu tidak akan jauh beda dengan
sikap para sahabat. Namun Rasulullah SAW mengajarkan kesantunan dan
kelembutan menjadi sikap utama. Orang yang berani mengotori mesjid tidak
disikapi dengan keras. Justru dengan penuh kelembutan dan kesantunan,
beliau memerintahkan sekadar membersihkan bekas kencingnya.
Nabi
Muhammad SAW mengajarkan pentingnya sikap arif dalam menyelesaikan suatu
perkara dalam kerangka kebaikan bersama. Karena boleh jadi, si lelaki
Arab Badui itu berbuat begitu karena kebodohannya. Perilaku bodoh jangan
dibalas dengan sikap bodoh pula.
Selain itu memang kita diajarkan untuk berkepribadian santun pada siapapun. Seorang pelayan beliau, Anas berkata, ”Aku
membantu Nabi SAW di Madinah selama sepuluh tahun. Aku hanyalah seorang
anak kecil, tidak semua pelayanan yang aku berikan sesuai hati. Namun
beliau tidak pernah sekalipun mengatakan kepadaku,” Hei!” Beliau tidak
pernah mengatakan, ”Kenapa kamu lakukan ini? Atau Kenapa tidak kamu
lakukan begitu?” (HR Bukhari dan Muslim).
Telah menjadi
karakter Rasulullah SAW bersikap lembut, sabar dan penuh kesantunan
terhadap siapapun dalam keseharian. Bukan hanya urusan pribadi, bahkan
ketika berdakwah pun beliau menunjukan sikap yang lembut dan santun.
Diriwayatkan Aisyah ra, ia bertanya kepada Rasul SAW, ”Apakah
ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada peperangan Uhud?”
Beliau menjawab, ”Aku mengalami berbagai peristiwa dari kaumku, yang
paling berat kurasakan adalah pada hari Aqabah, ketika aku menawarkan
dakwah kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalâl, namun ia tidak merespon
keinginanku. Aku kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan
baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa’alib, sebuah gunung di
kota Makah. Aku tengadahkan wajahku. Ku lihat segumpal awan tengah
memayungiku. Aku perhatikan dengan seksama, ternyata Malaikat Jibril ada
di sana. Lalu ia menyeruku:” Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan
kaummu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat
pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu.
Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu
berkata: ”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan
kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal
gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu
perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki, jika kamu
kehendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku
lakukan!”
Beliau menjawab: ”Tidak justru aku berharap
semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang
menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun
dengan-Nya.” (HR Bukhari Muslim).
Perilaku lembut dan santun
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW merupakan prinsip utama bagi siapapun
yang mengaku mukmin dan berharap memperoleh keridlaan Allah. Sikap
terpuji beliau yang tak pernah membentak ketika menyikapi seseorang
adalah akhlak utama yang wajib diteladani. Perilaku lemah lembut dan
santun merupakan jalan pembuka kebaikan-kebaikan.
Kemuliaan
tidak datang dari pangkat, jabatan dan harta. Pangkat dan jabatan
mengenal pensiun, sementara harta akan habis. Kemuliaan akan datang
dengan sendirinya, secara otomatis, berdasarkan penilaian orang lain
kepada kita atas semua kebaikan yang dilakukan. Bersikaplah santun,
dermawan, rendah hati dan berakhlaq mulia kepada sesama tanpa kecuali. Wallâhu‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar