Jumat, 20 Juni 2014

KISAH UWAIS AL QARNI DAN PENDETA

Keinginan Seorang Ibu
SEORANG pendeta tersohor dari negeri Yaman bernama
Uwais al-Qarni, tidak memiliki siap-siapa lagi di
dunia kecuali ibunya yang buta dan lanjut usia. la menghabiskan
sebagian malamnya untuk beribadah dan memperoleh
penghidupannya dengan bekerja sebagai penggembala.
Dia juga sering berpuasa demi membantu
tetangga-tetangga yang kekurangan.
Seruan dakwah Nabi saw telah tersebar luas menerobos
belantara dan padang Sahara hingga sampai ke
Yaman. Dakwah Nabi itu juga mengetuk pintu keluarga
Uwais.
Uwais al-Qarni adalah seorang pencari kebenaran
yang gigih. Dia selalu mengikuti perkembangan seruan
Nabi Muhammad dengan penuh perhatian, merenungkan
dan memikirkan pengaruh yang ditimbulkan agama yang
dibawa Muhammad dalam semua sendi kehidupan.
Singkat cerita, 'Uwais lalu memeluk Islam.
Seringkali matanya menerawang jauh ke langit
Madinah. Betapa banyak tetangga-tetangganya yang
sudah pergi ke kota suci itu, melihat Rasulullah dengan
mata kepala mereka sendiri, mendengarkan perkataan
Nabi dari lisan secara langsung, pulang ke tanah asalnya
dengan membawa kehidupan baru. Tetapi alangkah
malangnya! 'Uwais al-Qarni tidak bisa meninggalkan
rumahnya! Karena tidak ada orang yang akan membantu
ibunya yang buta dan lemah. 'Uwais hanya bisa menarik
nafas panjang saat melihat rombongan haji yang pulang
dari Madinah. Dia dengan penuh semangat menanyakan
informasi mengenai Rasulullah kepada mereka.
'Uwais pernah mendengar bahwa musuh-musuh
Islam melempari Rasulullah pada perang Uhud hingga
gigi beliau patah. Uwais pun memukul giginya sendiri
dengan batu dan mematahkannya.
Keinginannya yang sangat besar untuk bertemu
dengan Rasulullah semakin lama semakin tidak tertahan.
la menemui ibunya dan meminta ijin. Sang ibu dengan
gembira menyetujui keinginan anaknya. Sang ibu berkata,
"Ya, pergilah ke rumah Nabi, lihat beliau dan kembalilah
dengan cepat."
Setelah mempersiapkan segala keperluan ibunya
sepeninggalannya, 'Uwais pergi ke Madinah. Jarak antara
Yaman dan Madinah sekitar 1400 mil. Jalan yang dilalui
dipenuhi dengan perampok dan menjadi semakin sulit
dilalui karena masih berupa jalan perbukitan dan padang
pasir yang menghampar. Ditambah lagi, matahari musim
panas —pada siang hari terik matahari membuat pasir
gurun yang panas itu berubah layaknya lautan api.
Tetapi hasrat untuk bertemu Nabi semakin menyalanyala
di dada 'Uwais dan dia tetap melaksanakan niatnya
itu meskipun banyak rintangan yang harus dihadapi.
Akhirnya 'Uwais sampai di rumah Rasulullah dan ia
memanggil pemilik rumah untuk meminta ijin bertemu
beliau. Tetapi Sayyidah Aisyah menjawab dari dalam
rumah, "Nabi tidak ada di rumah, beliau pergi ke masjid,
pergilah ke masjid dan temuilah beliau di sana."
"Tetapi bagaimana hal itu bisa terjadi?" batin 'Uwais
dipenuhi rasa kecewa. "Ibuku menyuruhku menemui Nabi
di rumah beliau dan bukan di masjid" 'Uwais berseru
kembali, suaranya bergetar dengan kekecewaan yang mendalam,
"Mungkinkah Rasulullah pulang lebih cepat?"
Aisyah menjawab, "Mungkin tidak bisa, karena
banyak yang harus diselesaikan di sana."
'Uwais berpikir kembali, "Ibuku telah memintaku
untuk pulang dengan segera. Aku tidak bisa menunggu
terlalu lama?"'Uwais tercenung sejenak, dan dengan mengorbankan
keinginannya bertemu Rasulullah dia pulang ke
Yaman seketika itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar